Dari Wikipedia bahasa Indonesia, kera atau monyet dibagi kedalam klasifikasi ilmiah sebagai berikut:
Klasifikasi ilmiah | ||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| ||||||||||||||||
Familia |
---|
Hylobatidae Hominidae †Proconsulidae †Dryopithecidae †Oreopithecidae |
Dengan demikian maka kera adalah anggota superfamilia Hominoidea dari ordo Primata.
Dalam sistem taksonomi saat ini ada dua familia hominoid:
- familia Hylobatidae terdiri dari 4 genus dan 12 spesies gibbon, termasuk Lar Gibbon dan Siamang
- familia Hominidae terdiri dari orangutan, gorilla, simpanse, dan manusia
Banyak spesies kera saat ini memiliki status terancam karena hilangnya habitat mereka di hutan hujan tropis dan perburuan. Saat ini ada 8 genus hominoid yang belum punah, yaitu
KERA KABOLI, KERA KOTA KUALA KAPUAS
Pada hari Sabtu tanggal 27 November 2010 pukul 11.15 WIB, saya berangkat dari Buntok (ibukota kabupaten Barito Selatan) menumpang kapal (taksi air) KM Rosita Agung. Kapal berangkat dengan tujuan kota Kuala Kapuas (ibukota kabupaten Kapuas).
Tepat pukul 06.05 WIB hari Minggu tanggal 28 November 2010, kapal tiba dan singgah di Pelabuhan Perusahaan Kaboli yang posisinya tidak jauh dari Jembatan Pulau Petak, kota Kuala Kapuas. Di sini kapal singgah untuk menurunkan penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan ke kota Palangka Raya karena sudah menunggu 2 (dua) buah taksi travel jenis mobil Kijang Krista.
Singgah di pelabuhan Kaboli bukan sekedar singgah dan melihat pemandangan pagi di ujung kota Kuala Kapuas. Ternyata dengan merapatnya kapal di pelabuhan, membuat mendekat pula sekawanan kera yang jumlahnya mencapai 10 (sepuluh) ekor. Sangat jelas kera-kera ini satu kelompok karena terdiri dari beberapa kera dewasa dan tiga ekor kera kecil. Artinya, masih ada kera liar yang hidup bebas di kota Kuala Kapuas. Rupanya kawanan kera-kera ini bersengaja mendekat ketika ada kapal yang merapat, mungkin mereka mengharap makanan dari kapal yang datang.
Kera-kera itu berlarian bebas di atas kapal tongkang milik Perusahaan Kaboli. Fikir saya, seandainya saja suasana semacam ini mampu dikelola, tidak menutup kemungkinan tongkang Kaboli dapat dijadikan tempat memberi makan (feeding place) bagi satwa liar yang masih berkeliaran bebas. Tidak kah ini sebuah atraksi yang menarik di tepi sungai Kapuas? Dan tidakkah lokasi tongkang Kaboli yang hanya beberapa meter saja dari jembatan Pulau Petak kota Kuala Kapuas, sangat memungkinkan diupayakan sebagai daya tarik wisata kota Kuala Kapuas dimasa yang akan datang?
Ditulis dan diposkan oleh Syamsuddin Rudiannoor, S. Sos