Rabu, 30 November 2011

TAMAN STADION KUALA KAPUAS


Kuala Kapuas sebagai kota Adipura tentu memiliki keunggulan dalam bidang kebersihan dan kesehatan kota. Salah satu yang patut diketengahkan adalah pertamanan kota.


Diantara taman kota yang banyak dimanfaatkan masyarakat untuk bersantai, berbelanja temporer, menikmati kuliner, musik jalanan dan berolah raga adalah Taman Stadion Kuala Kapuas.



Taman Stadion Kuala Kapuas tepat berada di depan Rumah Sakit Umum Kuala Kapuas dan merupakan kompleks olah raga terlengkap di kota Kuala Kapuas.



Diposkan oleh Disporabudpar Kapuas
Teks, foto dan Video oleh Syamsuddin Rudiannoor, S. Sos


PRAHARA BUAYA DI DESA BATANJUNG – LUPAK

Legenda Kabupaten Kapuas

Tersebutlah kisah yang terjadi pada tahun 1933. Menurut tutur yang berkembang di Bantanjung dan Lupak, dalam tahun tersebut terjadi prahara yang sangat besar dan sangat menghebohkan. Apa prahara dahsyat itu? Masyarakat di kedua desa diamuk buaya yang sangat ganas dan memangsa ribuan penduduk. Kampung Batanjung dan Lupak geger. Kebanyakan penduduk  merasa tidak aman meneruskan kehidupan di sekitar perairan. Malah sebagian dari mereka pergi meninggalkan kampung dan merantau ke daerah lain.  


Sebagai mana diketahui, Bantanjung dan Lupak adalah dua desa di muara sungai Kapuas Murung. Kedua desa ini merupakan desa pesisir yang sangat dekat dengan laut Jawa.  Karena posisi geografis sedemikian maka kehidupan sehari-hari adalah kehidupan pesisir dan tepian pantai. Lantas kenapa amukan buaya bisa terjadi dan sangat penggemparkan? Kenapa hal itu terjadi dan apa akhir dari peristiwa besar tersebut?


Budaya tutur yang melegenda di masyarakat menyebutkan bahwa dalam tahun 1933 desa Batanjung dan Lupak didatangi seorang perantau miskin bernama Datu Jalal. Datu Jalal dikabarkan berasal dari Kelua, sekarang Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan.


Apa yang dikerjakan Datu Jalal dalam perantauannya ke Kapuas Murung? Ternyata beliau hanya hilir mudik menghabiskan waktu. Dia tidak merantau untuk bekerja. Dia tidak merantau untuk membina keluarga. Malah dia lebih tepat dikatakan pengemis. Dia juga orang yang dipandang kurang waras. Karena apa? Karena di daerah ini dia tidak punya tempat tinggal, berpakaian compang-camping, bersorban kuning dan hanya mengambil makanan dari apa saja yang bisa didapatkannya dengan mudah .


Keseharian Datu Jalal yang kian dipandang aneh dimata awam maka dia tidaklah dapat dianggap normal. Dan karena keganjilan demi keganjilan kerap terjadi maka dia pun dinilai mengganggu ketenteraman masyarakat. Sampai akhirnya sebuah peristiwa terjadi terhadap dirinya. Apa itu? Datu Jalal mengambil makanan orang dan pencurian itu dianggap aib. Akibat kejadian itu Datu Jalal dipukuli oleh masyarakat. Dia dihajar karena mencuri. Dia dihukum oleh  masyarakat.


Akibat dipukuli maka Datu Jalal berusaha meloloskan diri. Dia lari menuju tepi pantai. Dia melompat ke dalam perahunya yang buruk. Dia bertolak ke tengah sungai. Dia mengayuh sambil terus mengomel. Dia terus mengayuh melintasi kampung Batanjung – Lupak mondar-mandir. Dia mengamuk di tengah arus yang menghanyutkan.  Dibukanya surban kuning yang melilit kepalanya. Dibukanya kain panjang itu di tengah sungai. Dia berdiri di atas jukung dan memutar-mutar surbannya yang kuning lusuh. Apa yang terjadi? Ternyata datanglah angin ribut menghempas pantai Pulau Gabang, pantai Kampung Batanjung sampai Lupak. 

Tidak lama berselang cuaca buruk melingkupi alam. Awan gelap berdatangan  menghantarkan halilintar yang menakutkan. Alam pun kontan tidak bersahabat menghantui kampung Batanjung dan Lupak. Namun tidak lama peristiwa seram itu terjadi, tiba-tiba suasana ganas berubah tenteram seperti sedia kala. Sungguh aneh, keadaan kacau yang mendadak datang tiba-tiba saja hilang dalam sekejap. Tenteram. 


Ringkas kisah, amuk Datu Jalal di tengah sungai sudah lama berlalu. Orang pun tidak tahu dimana keberadaannya. Dimana perantau Kelua itu berada? Dimana Datu Jalal sekarang? Tidak satu pun yang tahu dimana dia. Yang pasti..., tidak ada lagi sosok pengemis aneh bersorban kuning disini. Namun apakah ketiadaannya membuat kampung menjadi aman sentosa laksana sedia kala? Ternyata tidak. Lepas dari peristiwa Datu Jalal malah menciptakan bencana baru di Lupak dan Batanjung. Apa bencana baru itu? Ternyata satu demi satu penduduk di mangsa buaya setiap harinya. Ada saja orang tewas dan hilang disambar buaya. Sampai akhirnya..., tidak aman penduduk Batanjung dan Lupak karena setiap hari penduduknya dimangsa buaya.


Lantaran desa Batanjung dan Lupak senantiasa heboh amukan buaya maka sebagian penduduk pergi meninggalkan kampung. Cukup banyak yang mengungsi kemana-mana. Sampai akhirnya..., bala besar ini terdengar juga oleh seorang hebat dari Kelua yang bernama Datu Jafar. Apa yang terjadi selanjutnya? Datu Jafar mendeteksi adanya amukan 3 (tiga) buaya siluman yaitu buaya kuning berbuntut dua, buaya hitam dan buaya putih. 


Mendengar perkataan Datu Jafar maka penduduk pun bersepakat meminta pertolongan kepadanya dan bersedia menuruti petunjuknya. Akhirnya beliau pun bertempur secara gaib dengan ketiga buaya penggangu. Terjadilah perkelahian yang hebat. Sampai akhirnya buaya kuning berbuntut dua berhasil dibunuh di Lupak. Buaya putih berhasil dilumpuhkan juga walau sempat berubah menjadi ular sawa. Dan akhirnya buaya hitam yang berperawakan pendek gempal dan paling hebat juga terbunuh dalam tarung kedidjayaan itu. Dengan demikian Datu Jafar berhasil mengamankan penghidupan masyarakat Batanjung - Lupak dan sekitarnya. 


Karena suasana sudah kondusif dan kemananan sudah kembali maka untuk menjaga kedamaian, Datu Jafar berpesan kepada warga agar bersedia mengadakan upacara tahunan sebab beliau meninggalkan 3 (tiga) ekor buaya penjaga. Pesan beliau agar ketiga buaya penjaga yang beliau lepaskan dikasih makan setiap tahun. Upacara ritual memberi makan itu  harus yang disajikan hewan persembahan, ayam hitam dan makanan 40 macam.



Karena masyarakat masih merasa berhutang budi kepada Datu Jafar maka upacara tahunan memberi makan buaya terus dilaksanakan masyarakat Lupak dan Batanjung sampai sekarang.


Kuala Kapuas, 29 November 2011

Ditulis oleh:  Syamsuddin Rudiannoor, S. Sos
Narasumber : Ilham (Kepala Desa Batanjung) dan Aliansyah (Perangkat Desa Batanjung)

Selasa, 29 November 2011

Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kapuas meninjau Pantai Pulau Gabang




Teks dan video : Syamsuddin Rudiannoor, S. Sos
Foto : Redy, A.Md



Pada hari Selasa tanggal 29 November 2011 rombongan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kapuas meninjau Pantai Pulau Gabang di desa Batanjung, kecamatan Kapuas Kuala.


Rombongan terdiri dari Bapak Drs. Raden Ledi Karsapati R Mathias (Kepala Dinas), I Wayan Arnatha, SH (Kepala Bidang Pariwisata), Syamsuddin Rudiannoor, S. Sos (Kepala Seksi Usaha dan Produk Pariwisata) dan Redy, A. Md (Fotografer / Petugas Website). 


Perjalanan diawali dari Pelabuhan Syahbandar Kuala Kapuas pukul 08.45 WIB menuju Lupak dengan mempergunakan speedboat dan singgah melaporkan kegiatan kepada Camat Kapuas Kuala.


Kedatangan rombongan di kantor kecamatan Kapuas Kuala disambut langsung oleh Pak Suraji, S. Sos (Camat), Dan Ramil Kapuas Kuala, Kapolsek Kapuas Kuala dan perangkat kecamatan lainnya. Setelah berbincang sejenak di rumah jabatan Camat seterusnya rombongan langsung menuju desa Batanjung dengan diantar langsung oleh Pak Camat, Danramil dan Kapolsek Lupak.


Sesampai rombongan di desa Batanjung dan melaporkan kedatangan, dari sini rombongan langsung berangkat menuju Pantai Pulau Gabang dengan memperoleh pendamping tambahan oleh Kepala Desa (Ilham) dan beberapa orang perangkat desa Batanjung. 


Banyak hal yang berhasil dibincangkan dalam perjalanan ini. Salah satu diantaranya adalah upaya mempersiapkan Pantai Pulau Gabang dan sekitarnya sebagai daerah tujuan wisata karena daerah ini potensial dan berdampingan langsung dengan Pelabuhan Laut Batanjung dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang sedang dalam tahap pembangunan. 


Dalam waktu dekat masyarakat Batanjung dan Lupak akan merespon perencanaan pengembangan kepariwisataan di daerah ini dengan cara mulai memperkenalkan adat tahunan “Memberi Makan Buaya”, mempersiapkan masyarakat Sadar Wisata melalui PNPM “Pantai Gabang Indah” dan upaya pembangunan sarana dan prasarana fisik di sekitar pantai Pulau Gabang. 


Mungkin timbul pertanyaan, kenapa daerah itu dinamakan Pantai Pulai Gabang? Pantai Pulau Gabang adalah pantai berpasir yang terhampar ditepi sungai yang lokasinya tidak jauh dari desa Batanjung. 


Dinamakannya pantai itu dengan Pulau Gabang karena di sekitar daerah tersebut terdapat banyak pohon gabang atau pohon sejenis pohon lontar. Kumpulan pepohonan yang banyak sudah sangat biasa diistilahkan dengan pulau sehingga disebutlah pantai disitu sebagai Pantai Pulau Gabang yang maksudnya Pantai yang banyak ditumbuhi pohon-pohon gabang.


Selesai kunjungan rombongan dijamu makan siang oleh Kepala Desa Batanjung di rumah beliau di desa Batanjung.

Senin, 21 November 2011

FILM DOKUMENTER "TIWAH DI MANUSUP TAHUN 1947"



Kami peminat kebudayaan daerah Kalimantan Tengah bersyukur karena tanpa diduga dapat menyaksikan sebuah film dokumenter "kuno" di Youtube yang berjudul :
Manusup sebagai lokasi film dokumenter berada di Kabupaten Kapuas tepatnya di kecamatan Mantangai dan berada sekitar 25 kilometer dari Kuala Kapuas, tidak seberapa jauh dari desa Lamunti. 
Dalam film terlihat dengan jelas suasana desa di Borneo pada tahun 1947 dengan keyakinan "Kaharingan"-nya, juga profil dan karakter manusia-manusia Dayak pada masa itu yang secara sosial sudah berada pada peradaban yang "tinggi"
Kenapa orang Dayak Ngaju pada saat itu dikatagorikan berperadaban tinggi? Karena ditengah-tengah agama animisme dan dinamisme "Kaharingan" yang mereka anut, kehidupan keseharian yang mereka jalankan ternyata dengan berpakaian kain "baju lengkap" , "berkebaya"  dan "berkopiah/lawung/tanggui/topi".
Sementara aksesoris yang melambangkan mereka adalah orang Dayak Ngaju tergambar dengan adanya pria yang memakai "kopiah" yang ditengah-tengahnya berdiri tegak bulu-bulu burung "Tingang".
Dengan fakta ini jelas bahwa sejak zaman kolonial Belanda ternyata orang-orang Dayak Ngaju tidak ada yang "bertelanjang" walau pun kehidupan mereka masih terjajah dan miskin.  

Minggu, 13 November 2011

PISAH SAMBUT KEPALA DINAS PEMUDA, OLAHRAGA, KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN KAPUAS




Teks dan video: Syamsuddin Rudiannoor, S. Sos.                    Foto : Redy, A. Md.


Pada hari Kamis tanggal 10 November 2011 pukul 10.00 WIB dilaksanakan Pisah Sambut Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kapuas, bertempat di Gedung Kesenian "Gandang Garantung" Kuala Kapuas.


Kegiatan tersebut dihadiri Sekretaris Daerah Kabupaten Kapuas, Drs. H. Nurul Edy atas nama Wakil Bupati Kapuas, Pejabat yang mewakili Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Kapuas, para pegawai Satpol PP Kabupaten Kapuas dan para pegawai Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kapuas.



Dalam rangkaian kegiatan dilaksanakan penanda-tanganan Berita Acara Serah Terima Jabatan dari Pejabat lama Drs. Edy Lukman Hakim, MM kepada pejabat yang baru Drs. Raden L Karsapati R Mathias.



Penanda-tangan yang disaksikan langsung oleh yang mewakili Wakil Bupati Kapuas dan Pejabat yang mewakili Kepala BKPPD Kabupaten Kapuas itu juga sekaligus melaksanakan penanda-tanganan Fakta Integritas.



Sebagai mana diketahui, pada pelantikan jabatan para pejabat dilingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas yang dilakukan oleh Bupati Kapuas, Ir. H Muhammad Mawardi pada hari Kamis tanggal 3 November 2011 pukul 13.30 WIB di Aula Kantor Bupati Kapuas, para pejabat yang menduduki jabatan baru di Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan  dan  Pariwisata Kabupaten Kapuas  adalah Drs. Raden L Karsapati R Mathias (Kepala Dinas), Kristina Darmalia, SE (Kepala Bidang Kebudayaan), Ir. Saripudin (Kepala Bidang Pemuda), Syamsuddin Rudiannoor, S. Sos (Kepala Seksi Usaha dan Produk Pariwisata) dan Yulia Evanalawaty, SP (Kepala Sub Bagian Perencanaan).